Selasa, 22 Juni 2010

DIY Audio - My Reasoning

Kenapa sih saya memutuskan untuk menempuh jalur DIY Audio? Kenapa sih nggak beli perangkat audio branded saja? Apakah pasti perangkat audio DIY suaranya lebih bagus daripada perangkat audio branded? Hmm, pertanyaan-pertanyaan yang simple, tapi mungkin agak sulit bagi saya untuk memberikan jawaban yang memuaskan semua orang.

Masing-masing dari kita memang berbeda, karena berasal dari latar belakang yang berbeda. Ada yang berasal dari keluarga yang senang menyanyi, ada yang berasal dari keluarga yang senang main bola, dan ada yang berasal dari keluarga yang senang melukis. Kita juga dilahirkan dengan bakat/talenta yang berbeda-beda. Ada yang bertalenta main gitar, ada yang bertalenta main bulutangkis, dan ada yang bertalenta kebut-kebutan. Kita dibesarkan dengan cara yang berbeda-beda pula, serta ada segudang perbedaan-perbedaan lain.

Segenap pengalaman yang kita lalui di masa lalu kita plus bakat/talenta yang kita miliki, membentuk preferensi kita, karena semuanya secara tidak sadar direkam di dalam otak kita. Itulah yang menurut saya membedakan preferensi suara (baca: selera) antara satu orang dengan orang yang lain.

Karena selera setiap orang berbeda, maka setiap orang pun berhak memilih suara seperti apa yang menjadi selera dan bukan seleranya. Kita sama sekali tidak dapat memaksa atau mengarahkan orang lain untuk menyukai suara yang kita sukai, demikian pula sebaliknya.

Perangkat audio branded secara umum memang di-desain sedemikian rupa berdasarkan pengalaman dan riset yang mendalam, sehingga bisa masuk ke selera mayoritas orang. Karena dengan cara itulah perangkat audio branded bisa tumbuh dan berkembang. Semakin banyak orang yang menyukai suaranya, semakin besar omsetnya, semakin besar profitnya. Murni perhitungan bisnis, menurut saya.

Memang, ada perangkat audio branded yang menempatkan produknya pada ceruk pasar yang sempit, yakni yang disebut High-End Audio. Merek-merek besar seperti Genelec, Mark Levinson, Mc. Intosh, dan Kharma termasuk ke dalam kategori ini. Biasanya, perangkat audio branded yang seperti ini memiliki harga yang luar biasa (baca: mahal), sehingga hanya kalangan tertentu saja yang bersedia membelinya.

Oke, jangan salah, disini saya sama sekali tidak mengatakan bahwa perangkat audio branded tidak bersuara bagus. Saya suka suara beberapa merek diantaranya, hanya saja, ada dua alasan lain mengapa saya tidak memilih untuk terjun ke perangkat audio branded, selain dari harganya.

Alasan pertama saya adalah DIY Audio is all about freedom, dimana kita bisa merangkai komponen apapun, dengan topologi apapun, dengan budget berapapun, untuk memperoleh suara yang sesuai dengan selera atau keinginan kita. "Suka-suka guwe", menurut salah seorang rekan senior di milis.

Menurut salah seorang rekan senior lain di milis, tiga kunci utama dalam DIY Audio adalah:
1. Matching
2. Matching
3. Matching

Pengenalan karakter dari setiap jenis dan bahan komponen, penggunaan nilai komponen yang tepat, dan sinergi antar komponen merupakan hal yang sangat penting, karena menurut saya, DIY Audio sama sekali bukan berarti mencampurkan komponen-komponen high-end audio-grade ke dalam sebuah rangkaian.

Alasan kedua saya terjun ke DIY Audio adalah saya benar-benar menikmati proses untuk merakit sebuah perangkat audio DIY. Mulai dari perencanaan, pemilihan komponen, penyolderan, penataan layout, penataan kabel, mendengarkan hasil pertama, tweaking-tweaking yang dilakukan, dan segenap hal lain yang saya lakukan sampai saya memperoleh suara yang saya harapkan. Itu adalah kenikmatan yang tidak tergantikan, menurut saya, walaupun saya harus sedikit mengorbankan waktu tidur saya di malam hari. Tapi jika saya melakukannya dengan sukacita, ngantuknya sama sekali tidak terasa.

Memang, hal yang terutama menjadi kendala saya adalah di dalam sisi technical skill, khususnya dalam hal teknis elektronika. Tapi saya sangat beruntung, saya memiliki rekan-rekan di milis yang benar-benar tulus untuk berbagi ilmunya. Hal kedua yang menjadi kendala adalah budget, dimana saya harus mengalokasikan sedikit budget untuk hobby selain kewajiban utama saya sebagai kepala rumah tangga.

Oke, itulah reasoning saya mengapa saya terjun ke DIY Audio. Mungkin tidak bisa menjawab semua pertanyaan dengan tandas dan memuaskan, tapi itulah saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar