Kamis, 24 Juni 2010

Sound Quality

Saat ini saya ingin sedikit bicara mengenai sebuah hal yang agak abstrak, membosankan, dan mungkin akan memicu perdebatan, yakni mengenai parameter-parameter apakah yang secara umum dipergunakan untuk menentukan kualitas reproduksi suara oleh sebuah sistem audio.

Suara terbaik yang dapat dihasilkan oleh sebuah sistem audio, tentunya tidak dapat bersuara sama persis seperti live performance, karena sistem audio hanya menghasilkan reproduksi dari suara yang telah direkam sebelumnya. Itu merupakan sebuah hal yang menurut saya tidak bisa ditawar. Sebuah reproduksi suara dari sistem audio hanya bisa menghasilkan suara yang mendekati suara aslinya.

Saya jadi terpaksa mengungkit sebuah perdebatan lama, yakni mengenai suara enak dan suara benar. Mengenai suara enak, ini merupakan suara yang sesuai dengan preferensi atau selera dari seseorang. Enak atau tidak, itu merupakan hal yang benar-benar pribadi dan subjektif, seperti dikala seseorang menilai rasa dari sepiring nasi goreng itu enak atau tidak.

Menurut pengertian sederhana saya, suara benar adalah suara yang dihasilkan oleh sistem audio yang mirip atau setidaknya mendekati suara yang terjadi ketika suara itu direkam. Masalahnya adalah, tidaklah mungkin bagi saya untuk bisa hadir di dalam ruang rekaman dimana Emi Fujita sedang melakukan rekaman dengan band-nya untuk membandingkannya dengan suara yang dihasilkan sistem audio saya.

Kembali ke diskusi mengenai parameter-parameter yang dapat kita gunakan untuk menentukan kualitas reproduksi suara, saya mengambil referensi dari EMMA (European Mobile Media Association), tepatnya dari EMMA Competition Manual 2007/2008 dan EMMA Sound Quality Rules 2009/2010.

Secara umum, EMMA menentukan ada setidaknya 5 hal yang bisa dijadikan patokan, yakni:
1. Sound Stage
2. Imaging
3. Tonal Accuracy
4. Spectral Balance
5. Listening Pleasure
Saya akan mencoba menjelaskan masing-masing parameter dengan bahasa saya, semoga tidak malah jadi membingungkan. Pheew, let's go ....

Sound Stage (biasa disebut dengan istilah Staging) merupakan penilaian mengenai asal dari suara jika dinilai dari posisi pendengar. Ada 5 aspek yang dinilai dalam Staging, yakni:
a. jarak dari pendengar ke Sound Stage, makin jauh makin bagus, kalau bisa di belakang posisi speaker.
b. lebar dari Sound Stage tersebut, makin lebar makin bagus, kalau bisa lebih luar daripada posisi speaker.
c. tinggi dari Sound Stage tersebut, paling baik adalah pada eye-level pendengar.
d. kedalaman dari Sound Stage, dihitung mulai dari point Sound Stage a: makin dalam makin bagus.
e. suasana ruang, dimana pendengar sambil menutup mata bisa membayangkan bagaimana kondisi panggung atau ruang rekaman, salah satunya dari suara gema ruang yang terjadi.

Imaging merupakan penilaian mengenai posisi dan fokus dari suara di dalam Sound Stage. Ada 2 aspek yang dinilai dalam Imaging, yakni:
a. posisi suara di dalam batas lebar Sound Stage, didefinisikan sebagai berikut:
- kiri
- tengah kiri
- tengah
- tengah kanan
- kanan
b. setiap suara yang dihasilkan merupakan suara yang fokus, tidak kabur atau berbaur dengan suara lain.

Tonal Accuracy merupakan ketepatan suara yang dihasilkan dibandingkan dengan suara asli ketika rekaman. Secara teknis, penilaian Tonal Accuracy ini melibatkan banyak instrumen untuk mengecek keseluruhan rentang frekuensi suara, mulai dari sub bass (10 - 60 Hz), mid bass (60 - 200 Hz), midrange (200 - 3000 Hz), dan high (3000 Hz - suara diatas 20000 Hz).

Berhubung saya belum terbiasa mendengar alat musik yang aneh-aneh, ya saya hanya mencoba menilai berdasarkan alat musik yang saya kenal saja, seperti piano, drum, gitar, atau violin; karena saya bisa membandingkannya dengan suara piano, drum, gitar, atau violin yang biasa saya dengar secara live di dalam keseharian saya.

Spectral Balance merupakan penilaian mengenai keseimbangan atau sinergi antara keseluruhan frekuensi suara, tidak ada suara yang terlalu menonjol dan tidak ada suara yang hilang atau kurang. Spectral Balance ini biasa dicek dengan 2 level volume, yakni volume dengar normal dan volume dengar keras, untuk memastikan keseimbangan suara yang baik di semua level volume.

Listening Pleasure merupakan kesenangan atau kebahagiaan yang dirasakan oleh pendengar ketika mendengarkan musik yang dihasilkan. Parameter ini, menurut saya, merupakan hal yang paling subjektif diantara parameter-parameter lain.

EMMA menyediakan CD Audio yang berisi beberapa track untuk menilai semua aspek diatas; sayangnya, CD tersebut tidak untuk diperjual-belikan secara bebas, hanya dipergunakan untuk penilaian kontes Car Audio.

Sekedar sharing, mengenai cara sederhana saya untuk melatih diri untuk belajar menilai sistem audio saya sendiri. Saya biasa mendengarkan lagu-lagu favorit saya menggunakan headphone dan BlackBerry saya untuk memutar MP3 dengan bitrate 320kbps. Saya kemudian membandingkan antara suara yang saya dengarkan via earphone dan mencoba men-tweak sistem audio saya sedemikian rupa untuk mendapatkan suara yang mirip dengan apa yang saya dengar.

Saya juga memperoleh link yang bagus sekali, karya Prof. Doug Jones, seorang akustisi, yang membuatkan LEDR Test (Listening Environment Diagnostic Recording Test). Test ini sangat bermanfaat untuk mengecek imaging di dalam sebuah ruang dengar dalam rangka memperbaiki penataan akustiknya.

Apakah saya berhasil menambah kebingungan mengenai Sound Quality?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar