Inilah moment yang saya tunggu-tunggu setelah beberapa minggu lamanya berjuang keras untuk merakit Joice-Moza Balanced Preamp ini. Weekend kemarin, saya memutuskan untuk segera mencoba apakah Joice-Moza saya bisa bersuara normal. Singkat kata, saya pun memasang Capacitor Output dan kabel-kabel menuju Jack RCA. Rencananya, saya akan mengambil output dari LightSpeed B1 via kabel RCA, lalu output dari Joice-Moza akan masuk ke F5 Lateral juga via kabel RCA.
Kira-kira, beginilah tampang-nya Joice-Moza saya sewaktu disambungkan:
Dengan deg-deg-plas saya menyalakan CDP CEC TL51-XR, lalu DAC AK4393, lalu LS-B1, lalu Joice-Moza saya. Kemudian, saya pun menyalakan F5 Lateral saya, pheew .... dead silent. Tanda-tanda baik.
Saya pun mulai memutar CD di CDP saya dan keluarlah suara yang saya harapkan. Horeeee ..... Yippie .....
Setelah break-in selama 1 jam, menggunakan Yanni, Live in Acropolis, saya pun mulai mencoba mendengarkan efek dari penggunaan Joice-Moza ini pada sistem saya. Saya menggunakan lagu referensi Enter Sandman dari Metallica untuk melakukan testing terhadap dinamika dan harmonik. Dari tes dengar tersebut, Joice-Moza lulus dengan gilang gemilang. Lagu referensi kedua yang saya gunakan adalah Black Magic Woman dari Patricia Barber untuk menguji transient, staging, dan detail. Dari tes dengar tersebut, lagi-lagi Joice-Moza lulus dengan gilang gemilang.
Inilah foto-foto close up dari Joice-Moza saya, dimulai dari dioda dan elco utama dari power supply (Joice):
Bagian power supply (Joice) awal:
Bagian power supply (Joice) akhir:
Unit signal (Moza)-nya:
Coupling Capacitor Output yang saya gunakan bukanlah capacitor fancy dengan harga yang mencekik leher. Untuk output yang dipakai saya menggunakan Jantzen CrossCap, yang merupakan capacitor standar untuk crossover speaker. Untuk output yang di-ground-kan, saya menggunakan AudioPhiler, capacitor murah meriah von Glodok.
Trafo yang saya gunakan:
Diatas trafo itu sengaja saya tempelkan MusicSnap, untuk menghilangkan pengaruh dari induksi frekuensi tinggi di sekeliling dan medan magnet yang dihasilkan oleh trafo pada saat mengubah listrik PLN menjadi listrik AC.
Saya sangat puas dengan kinerja Joice-Moza saya ini, tetapi banyak sekali bisikan yang saya dengar untuk terus meng-upgrade kinerja Joice-Moza ini dengan beberapa alat tambahan, yakni power choke dan line output transformer. Let's see apakah saya akan cukup puas dengan performance seperti ini atau saya akan maju lagi ke tingkat selanjutnya. Let's see ..... Hehehehehe .....
Tampilkan postingan dengan label CD Player. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label CD Player. Tampilkan semua postingan
Senin, 15 Oktober 2012
Senin, 06 Agustus 2012
Klenik Audio 05: Spike Kayu
I'm back ..... setelah sekian lamanya tertidur lelap .....
Pertama-tama, terimakasih yang mendalam untuk rekan saya, Pak TA di bilangan KG yang sudah berkenan untuk membuatkan spike kayu ini untuk saya dan rekan-rekan lain. Really appreciate, Pak.
Seperti yang kita lihat, spike ini dibuat dengan sangat rapi, berbahan dasar salah satu jenis kayu keras sehingga spike ini bisa tenggelam di dalam air. Very nice craftmanship, Pak TA. Two thumbs up.
Kemudian, saya mencoba aplikasi spike ini ketika berkunjung ke rumah Pak PJ, salah satu Senior DIY Audio di bilangan Cipinang Jakarta. Pertama kali, saya melakukan aplikasi 3 spike di CDP DIY Beliau yang menggunakan transport CDM-9 (sayang sekali, saya tidak mengambil gambarnya). Dari penempatan 3 spike tersebut, kami sepakat bahwa suara yang dihasilkan menjadi lebih fokus.
Percobaan kedua, saya mencoba mengaplikasikan 3 spike pada CDP modifikasi Beliau yang berbasiskan Marantz CD4000 (sayang sekali, gambar yang diambil ternyata kurang fokus). Pada percobaan ini, kami sepakat bahwa tidak ada perbedaan yang dirasakan.
Percobaan terakhir, saya mencoba mengaplikasikan 3 spike pada CDP Shanling Beliau (yang juga sudah dimodifikasi di bagian tube buffer-nya). Ini adalah gambar aplikasi spike pada Shanling tersebut:
Foto lebih dekat:
Saya sengaja menaruh spike depan tepat di bawah poros putar Transport CDP Shanling. Dari percobaan ini, kami sepakat bahwa image semakin fokus juga ada sedikit perbaikan pada separasi suaranya.
Setelah kembali ke ruang dengar saya sendiri, saya pun penasaran dan mencoba mengaplikasikan hal tersebut pada CEC saya:
Saya pun menempatkan spike depan tepat di bawah poros putar Transport CDP CEC. Hasilnya tetap sama, aplikasi spike pada CDP memang membawa perbaikan pada suara yang dihasilkan, yakni image semakin fokus dan separasi semakin baik.
Apakah dapat disimpulkan bahwa improvement akibat aplikasi spike hanya terasa pada CDP yang center-mount (transport terletak di tengah-tengah) dan top-loading (tidak menggunakan CD tray) saja? Entahlah, pada rangkaian percobaan ini memang spike lebih perform di CDP DIY, CDP Shanling, dan CDP CEC yang kesemuanya memang center-mount dan top-loading. Entahlah .....
Satu hal lagi, kelihatannya saya bisa mengajukan proposal bisnis kepada rekan saya Pak TA untuk membuat spike ini secara komersial, sebagai tuning device untuk perangkat audio. Mari kita membuat proposal bisnis ..... hehehehehe .....
Pertama-tama, terimakasih yang mendalam untuk rekan saya, Pak TA di bilangan KG yang sudah berkenan untuk membuatkan spike kayu ini untuk saya dan rekan-rekan lain. Really appreciate, Pak.
Seperti yang kita lihat, spike ini dibuat dengan sangat rapi, berbahan dasar salah satu jenis kayu keras sehingga spike ini bisa tenggelam di dalam air. Very nice craftmanship, Pak TA. Two thumbs up.
Kemudian, saya mencoba aplikasi spike ini ketika berkunjung ke rumah Pak PJ, salah satu Senior DIY Audio di bilangan Cipinang Jakarta. Pertama kali, saya melakukan aplikasi 3 spike di CDP DIY Beliau yang menggunakan transport CDM-9 (sayang sekali, saya tidak mengambil gambarnya). Dari penempatan 3 spike tersebut, kami sepakat bahwa suara yang dihasilkan menjadi lebih fokus.
Percobaan kedua, saya mencoba mengaplikasikan 3 spike pada CDP modifikasi Beliau yang berbasiskan Marantz CD4000 (sayang sekali, gambar yang diambil ternyata kurang fokus). Pada percobaan ini, kami sepakat bahwa tidak ada perbedaan yang dirasakan.
Percobaan terakhir, saya mencoba mengaplikasikan 3 spike pada CDP Shanling Beliau (yang juga sudah dimodifikasi di bagian tube buffer-nya). Ini adalah gambar aplikasi spike pada Shanling tersebut:
Foto lebih dekat:
Saya sengaja menaruh spike depan tepat di bawah poros putar Transport CDP Shanling. Dari percobaan ini, kami sepakat bahwa image semakin fokus juga ada sedikit perbaikan pada separasi suaranya.
Setelah kembali ke ruang dengar saya sendiri, saya pun penasaran dan mencoba mengaplikasikan hal tersebut pada CEC saya:
Saya pun menempatkan spike depan tepat di bawah poros putar Transport CDP CEC. Hasilnya tetap sama, aplikasi spike pada CDP memang membawa perbaikan pada suara yang dihasilkan, yakni image semakin fokus dan separasi semakin baik.
Apakah dapat disimpulkan bahwa improvement akibat aplikasi spike hanya terasa pada CDP yang center-mount (transport terletak di tengah-tengah) dan top-loading (tidak menggunakan CD tray) saja? Entahlah, pada rangkaian percobaan ini memang spike lebih perform di CDP DIY, CDP Shanling, dan CDP CEC yang kesemuanya memang center-mount dan top-loading. Entahlah .....
Satu hal lagi, kelihatannya saya bisa mengajukan proposal bisnis kepada rekan saya Pak TA untuk membuat spike ini secara komersial, sebagai tuning device untuk perangkat audio. Mari kita membuat proposal bisnis ..... hehehehehe .....
Jumat, 03 Juni 2011
NAD C520 vs CEC TL51XR
Pada petang hari kemarin, di saat menikmati hari libur saya, saya memutuskan untuk melakukan sesi perbandingan antara NAD C520 saya dengan my new baby CEC TL51XR.
Mungkin, ada yang bertanya-tanya, mengapa membandingkan sesuatu yang sudah jelas beda kelasnya. Saya hanya ingin memuaskan rasa penasaran saya saja. Benarkah investasi yang sudah saya tanamkan di dalam my new baby ini dibandingkan dengan perangkat yang selama ini saya nikmati.
Perangkat yang saya gunakan kemarin adalah:
- Interconnect CDP-preamp: Synergistic Research AV Matrix
- Preamp: #26 Eramas
- Interconnect preamp-power: IW dengan jack Vermouth
- Power amp: F5 Lateral ala KG
- Kabel speaker: Sioux
- Speaker: ProAc R1SC (my other new baby)

Inilah kedua CDP yang saya akan bandingkan:

Sebagai lagu referensi, saya menggunakan Eric Clapton Unplugged track 4, yakni lagu Tears in Heaven. Perangkat referensi yang saya set adalah NAD C520 tanpa DAC eksternal.
Ketika perangkat referensi dibunyikan, waduh, suaranya kok "flat" sekali. Tidak ada bobot, tidak ada emosi, sangat tidak musikal. Depth-nya stage nyaris tidak ada, suara seolah datang-nya flat saja. Nilai saya berikan 70, sebagai nilai referensi.
Tahap selanjutnya adalah merubah perangkat ke CEC TL51XR. Begitu dibunyikan, wah ... ini adalah musik yang saya harapkan. Suara petikan gitar dan vokal Eric Clapton yang berbobot, penuh emosi. Musikalitas dan micro harmonic yang sangat kaya, dan depth stage yang sangat bagus. Dan, suaranya pun sangat-sangat natural. Nilai untuk CEC ini saya berikan 90, almost perfect.
Kemudian, saya kembali kepada NAD C520 dengan menggunakan DAC AK4393. Bobot dan musikalitas dengan menggunakan DAC Eksternal ternyata sangat improve. Depth stage pun membaik, mulai terbaca kedalaman stage dengan posisi masing-masing alat musik di tempatnya. Sayang sekali, suara secara keseluruhan masih cukup jauh dibandingkan dengan CEC TL51 XR. Nilai untuk NAD C520 + AK4393 ini saya berikan 75.
Kemudian, sebagai sesi akhir, saya mencoba output coaxial CEC diumpankan kepada DAC AK4393. Ternyata, suara yang diperoleh tidak seindah dibandingkan output analog CEC. Suaranya cukup musikal dan berbobot, tetapi tidak terdengar natural. Kemungkinan besar, chip DAC yang dipergunakan pun memang beda kelas, yakni AK4393 vs PCM1796. Memang, seperti masukkan dari rekan-rekan yang lalu, saya harus mengganti chip AK4393 menjadi AK4396. Nilai yang saya berikan untuk CEC + AK4393 adalah 80.
Kesimpulan dari sesi uji dengar sore ini adalah: saya telah melakukan investasi yang benar. Dengan kata lain, tuntutan kuping saya memang sudah naik kelas, apa boleh buat. Saya berharap, ini adalah naik kelas yang "terakhir". Apakah benar akan seperti itu? We'll see about that .... Hehehehe ....
Mungkin, ada yang bertanya-tanya, mengapa membandingkan sesuatu yang sudah jelas beda kelasnya. Saya hanya ingin memuaskan rasa penasaran saya saja. Benarkah investasi yang sudah saya tanamkan di dalam my new baby ini dibandingkan dengan perangkat yang selama ini saya nikmati.
Perangkat yang saya gunakan kemarin adalah:
- Interconnect CDP-preamp: Synergistic Research AV Matrix
- Preamp: #26 Eramas
- Interconnect preamp-power: IW dengan jack Vermouth
- Power amp: F5 Lateral ala KG
- Kabel speaker: Sioux
- Speaker: ProAc R1SC (my other new baby)

Inilah kedua CDP yang saya akan bandingkan:

Sebagai lagu referensi, saya menggunakan Eric Clapton Unplugged track 4, yakni lagu Tears in Heaven. Perangkat referensi yang saya set adalah NAD C520 tanpa DAC eksternal.
Ketika perangkat referensi dibunyikan, waduh, suaranya kok "flat" sekali. Tidak ada bobot, tidak ada emosi, sangat tidak musikal. Depth-nya stage nyaris tidak ada, suara seolah datang-nya flat saja. Nilai saya berikan 70, sebagai nilai referensi.
Tahap selanjutnya adalah merubah perangkat ke CEC TL51XR. Begitu dibunyikan, wah ... ini adalah musik yang saya harapkan. Suara petikan gitar dan vokal Eric Clapton yang berbobot, penuh emosi. Musikalitas dan micro harmonic yang sangat kaya, dan depth stage yang sangat bagus. Dan, suaranya pun sangat-sangat natural. Nilai untuk CEC ini saya berikan 90, almost perfect.
Kemudian, saya kembali kepada NAD C520 dengan menggunakan DAC AK4393. Bobot dan musikalitas dengan menggunakan DAC Eksternal ternyata sangat improve. Depth stage pun membaik, mulai terbaca kedalaman stage dengan posisi masing-masing alat musik di tempatnya. Sayang sekali, suara secara keseluruhan masih cukup jauh dibandingkan dengan CEC TL51 XR. Nilai untuk NAD C520 + AK4393 ini saya berikan 75.
Kemudian, sebagai sesi akhir, saya mencoba output coaxial CEC diumpankan kepada DAC AK4393. Ternyata, suara yang diperoleh tidak seindah dibandingkan output analog CEC. Suaranya cukup musikal dan berbobot, tetapi tidak terdengar natural. Kemungkinan besar, chip DAC yang dipergunakan pun memang beda kelas, yakni AK4393 vs PCM1796. Memang, seperti masukkan dari rekan-rekan yang lalu, saya harus mengganti chip AK4393 menjadi AK4396. Nilai yang saya berikan untuk CEC + AK4393 adalah 80.
Kesimpulan dari sesi uji dengar sore ini adalah: saya telah melakukan investasi yang benar. Dengan kata lain, tuntutan kuping saya memang sudah naik kelas, apa boleh buat. Saya berharap, ini adalah naik kelas yang "terakhir". Apakah benar akan seperti itu? We'll see about that .... Hehehehe ....
Selasa, 24 Mei 2011
Kumpul-kumpul di Rumah Pak PJ
Sebagai follow up dari acara kumpul-kumpul sebelumnya di rumah saya, pada tanggal 21 Mei 2010 yang lalu, saya berkunjung ke rumah Pak PJ. Selain mengembalikan Aikido LOT Cipinang yang dititipkan kepada saya, saya pun membawa "My New Babies".
My New Baby yang pertama adalah sepasang speaker monitor bookshelf keluaran dari ProAc. Speaker ini akan menggantikan speaker bookshelf DIY buatan rekan saya yang sudah saya pakai sejak menggeluti hobby ini.

My New Baby yang kedua adalah sebuah CD Player yang dibuat oleh CEC. CD Player ini akan menggantikan CDP NAD C520 + DAC AK4393 yang selama ini saya pergunakan.

Sistem Pak PJ secara keseluruhan adalah:
- CDP Shanling T100 yang sudah mengalami modifikasi habis-habisan.
- Preamp 112a, family dari DHT #26 yang menggunakan heater 5V.

- Power Amp 2A3, Single Ended Triode.

- Speaker ProAc R1S, yang sudah mengalami modifikasi sederhana.
Sistem Beliau sudah mature dan settle, dalam pengertian, sudah tidak diotak-atik lagi. Sudah dapat dijadikan referensi untuk mendengarkan audio secara benar.
Singkat kata, kami pun mengganti ProAc R1S Pak PJ dengan ProAc R1SC saya. Perbedaan yang terdengar adalah high dari ProAc R1S Pak PJ terdengar lebih sopan, karena Pak PJ sudah sedikit memodifikasi bagian crossover-nya, disesuaikan dengan selera Beliau. Secara pribadi, saya lebih cocok dengan suara ProAc R1SC saya, yang saya dengar lebih live dan kaya akan micro-harmonic. Menurut Pak PJ, itu adalah pilihan "kecap" saya.
Kami pun mengganti Shanling T100 Pak PJ dengan CEC TL51XR saya. Perbedaan yang terdengar adalah, CEC memang lebih gesit dan presisi dibandingkan dengan Shanling, sementara Shanling terdengar lebih musikal. Memang, topologi kedua CDP ini berbeda. Shanling menggunakan tube di output-nya, sementara CEC menggunakan full solid state. Rupanya, inilah yang membedakan antara CDP tube dan CDP solid state.
Inilah tampilan dari keseluruhan stage yang kami dengarkan.

Kami pun menikmati sistem tersebut dengan berbagai CD referensi, termasuk banyak sekali CD-CD "ajaib" milik Pak PJ. Salah satunya adalah Diana Krall yang masih asli pressing dari USA. Lagu track 11 memang benar-benar menyalurkan emosi dari Diana sehingga kami berdua sempat dibuat merinding olehnya. Luar biasa sekali suaranya.
Kami juga sempat mendengarkan ProAc R1S Clone, buatan China. Secara penampilan, box-nya cukup meyakinkan. Driver pun cukup mirip dengan ProAc R1S yang asli, tetapi dari suara-nya terlihat dengan jelas bahwa ProAc R1S Clone ini performance-nya sangat jauh dibandingkan ProAc R1S yang asli.
Kami pun sempat melakukan acara solder bersama, yakni melakukan rehabilitasi terhadap DHT Preamp milik rekan saya. Dari beberapa tweaking yang kami lakukan, suara keseluruhan dari DHT Preamp tersebut sudah membaik. Tonal mulai balance dan detail sudah keluar sebagaimana mestinya. Sayang sekali, ada masalah sedikit dengan penempatan soket-nya, sehingga menyulitkan proses penggantian Tube-nya. Sudah ada beberapa peluang perbaikan yang kami diskusikan, akan saya coba eksekusi segera.


Suara yang dihasilkan oleh perangkat DHT Preamp dan Single Ended Tube memang luar biasa. Saya sampai terpikir, untuk membangun sistem serupa untuk sistem saya. Apakah ini akan terwujud? Tunggu saja tanggal main-nya. Hehehehehe ....
My New Baby yang pertama adalah sepasang speaker monitor bookshelf keluaran dari ProAc. Speaker ini akan menggantikan speaker bookshelf DIY buatan rekan saya yang sudah saya pakai sejak menggeluti hobby ini.

My New Baby yang kedua adalah sebuah CD Player yang dibuat oleh CEC. CD Player ini akan menggantikan CDP NAD C520 + DAC AK4393 yang selama ini saya pergunakan.

Sistem Pak PJ secara keseluruhan adalah:
- CDP Shanling T100 yang sudah mengalami modifikasi habis-habisan.
- Preamp 112a, family dari DHT #26 yang menggunakan heater 5V.

- Power Amp 2A3, Single Ended Triode.

- Speaker ProAc R1S, yang sudah mengalami modifikasi sederhana.
Sistem Beliau sudah mature dan settle, dalam pengertian, sudah tidak diotak-atik lagi. Sudah dapat dijadikan referensi untuk mendengarkan audio secara benar.
Singkat kata, kami pun mengganti ProAc R1S Pak PJ dengan ProAc R1SC saya. Perbedaan yang terdengar adalah high dari ProAc R1S Pak PJ terdengar lebih sopan, karena Pak PJ sudah sedikit memodifikasi bagian crossover-nya, disesuaikan dengan selera Beliau. Secara pribadi, saya lebih cocok dengan suara ProAc R1SC saya, yang saya dengar lebih live dan kaya akan micro-harmonic. Menurut Pak PJ, itu adalah pilihan "kecap" saya.
Kami pun mengganti Shanling T100 Pak PJ dengan CEC TL51XR saya. Perbedaan yang terdengar adalah, CEC memang lebih gesit dan presisi dibandingkan dengan Shanling, sementara Shanling terdengar lebih musikal. Memang, topologi kedua CDP ini berbeda. Shanling menggunakan tube di output-nya, sementara CEC menggunakan full solid state. Rupanya, inilah yang membedakan antara CDP tube dan CDP solid state.
Inilah tampilan dari keseluruhan stage yang kami dengarkan.

Kami pun menikmati sistem tersebut dengan berbagai CD referensi, termasuk banyak sekali CD-CD "ajaib" milik Pak PJ. Salah satunya adalah Diana Krall yang masih asli pressing dari USA. Lagu track 11 memang benar-benar menyalurkan emosi dari Diana sehingga kami berdua sempat dibuat merinding olehnya. Luar biasa sekali suaranya.
Kami juga sempat mendengarkan ProAc R1S Clone, buatan China. Secara penampilan, box-nya cukup meyakinkan. Driver pun cukup mirip dengan ProAc R1S yang asli, tetapi dari suara-nya terlihat dengan jelas bahwa ProAc R1S Clone ini performance-nya sangat jauh dibandingkan ProAc R1S yang asli.
Kami pun sempat melakukan acara solder bersama, yakni melakukan rehabilitasi terhadap DHT Preamp milik rekan saya. Dari beberapa tweaking yang kami lakukan, suara keseluruhan dari DHT Preamp tersebut sudah membaik. Tonal mulai balance dan detail sudah keluar sebagaimana mestinya. Sayang sekali, ada masalah sedikit dengan penempatan soket-nya, sehingga menyulitkan proses penggantian Tube-nya. Sudah ada beberapa peluang perbaikan yang kami diskusikan, akan saya coba eksekusi segera.


Suara yang dihasilkan oleh perangkat DHT Preamp dan Single Ended Tube memang luar biasa. Saya sampai terpikir, untuk membangun sistem serupa untuk sistem saya. Apakah ini akan terwujud? Tunggu saja tanggal main-nya. Hehehehehe ....
Label:
CD Player,
DHT Preamp,
Gathering,
SE Tube,
Speaker
Rabu, 23 Februari 2011
Modifikasi CDP NAD C520
Inilah CDP yang selama ini saya gunakan, sebuah CDP tua, NAD C520, mungkin produksi tahun 1990-an, tetapi masih saya rasa cocok untuk memenuhi tugasnya memutarkan CD-CD favorit saya.

Mungkin, karena usianya yang sudah agak uzur, ada beberapa masalah yang saya hadapi. Masalah pertama adalah putusnya tombol eject, sehingga untuk beberapa saat saya terpaksa menggunakan obeng + untuk mencolok switch eject yang ada di dalam chassis CDP. Akhirnya, saya pun membeli sebuah switch push-on dan menyambungkannya ke switch eject dengan menggunakan kabel CAT5, sehingga saya pun tidak perlu menggunakan obeng + lagi.

Masalah kedua yang saya hadapi adalah tray CD yang kadang-kadang tidak mau menutup dan kembali membuka. Setelah dipelajari dan tanya-tanya sana-sini, ternyata masalahnya ada di karet belt yang sudah mulur alias kendor, sehingga karet belt tersebut tidak sanggup untuk menaikkan mekanik optik ke posisi yang seharusnya dan tray pun terpaksa kembali membuka.
Sebenarnya, ada cara untuk dapat tetap menggunakan CDP dengan kondisi demikian, yakni dengan mengguncangkan CDP tersebut pada saat tray menutup, sehingga mekanik optik pun "terdorong" untuk kembali ke posisinya. Memang cara ini terkesan cukup barbar, tapi inilah yang memang saya lakukan untuk tetap mendengarkan musik selama kesibukan membelit saya sehingga tidak sempat untuk mampir ke Harco Glodok.
Akhirnya, saya pun bisa mampir ke Harco Glodok dan membeli sebuat karet belt baru. Harga karet belt baru ini hanya Seribu Rupiah saja, tetapi bisa membuat pusing tujuh keliling jika tidak tahu penyebabnya. Oya, saya juga sekaligus membeli 4 pcs trimpot merk Spectrol dan 4 pcs IC Opamp RCA 4558.

Ini adalah karet belt lama, yang telah mulur lumayan banyak. Dapat dimaklumi jika dilihat dari sisi usia CDP ini.

Ini adalah bagian dari CDP saya yang digantikan karet belt-nya.

Cara menggantinya pun sederhana saja, hanya menggunakan obeng kecil untuk mencabut karet belt lama dan obeng kecil yang sama untuk memasangkan karet belt baru. Setelah menggunakan karet belt baru, tray CDP saya kembali dapat membuka dan menutup sesuai keinginan saya alias tidak membandel lagi.
Misi berikut untuk NAD C520 ini adalah:
1. mengganti optik Sanyo SF-P101
2. mengganti dioda dengan SF4007
3. mengganti elco psu dengan BlackGate 680uF/65V
4. mengganti opamp dengan RCA 4558
Setelah semua misi tersebut selesai, kemungkinan besar, misi terakhir yang paling ultimate untuk CDP ini adalah menggunakan DAC external. Semoga modifikasi ini mencukup kebutuhan saya akan CD Player, sehingga tidak perlu untuk mengganti ke CDP yang lebih tinggi, misalnya CEC TL51XR, CDP favorit saya. Hehehehe ....
Mungkin, karena usianya yang sudah agak uzur, ada beberapa masalah yang saya hadapi. Masalah pertama adalah putusnya tombol eject, sehingga untuk beberapa saat saya terpaksa menggunakan obeng + untuk mencolok switch eject yang ada di dalam chassis CDP. Akhirnya, saya pun membeli sebuah switch push-on dan menyambungkannya ke switch eject dengan menggunakan kabel CAT5, sehingga saya pun tidak perlu menggunakan obeng + lagi.

Masalah kedua yang saya hadapi adalah tray CD yang kadang-kadang tidak mau menutup dan kembali membuka. Setelah dipelajari dan tanya-tanya sana-sini, ternyata masalahnya ada di karet belt yang sudah mulur alias kendor, sehingga karet belt tersebut tidak sanggup untuk menaikkan mekanik optik ke posisi yang seharusnya dan tray pun terpaksa kembali membuka.
Sebenarnya, ada cara untuk dapat tetap menggunakan CDP dengan kondisi demikian, yakni dengan mengguncangkan CDP tersebut pada saat tray menutup, sehingga mekanik optik pun "terdorong" untuk kembali ke posisinya. Memang cara ini terkesan cukup barbar, tapi inilah yang memang saya lakukan untuk tetap mendengarkan musik selama kesibukan membelit saya sehingga tidak sempat untuk mampir ke Harco Glodok.
Akhirnya, saya pun bisa mampir ke Harco Glodok dan membeli sebuat karet belt baru. Harga karet belt baru ini hanya Seribu Rupiah saja, tetapi bisa membuat pusing tujuh keliling jika tidak tahu penyebabnya. Oya, saya juga sekaligus membeli 4 pcs trimpot merk Spectrol dan 4 pcs IC Opamp RCA 4558.

Ini adalah karet belt lama, yang telah mulur lumayan banyak. Dapat dimaklumi jika dilihat dari sisi usia CDP ini.

Ini adalah bagian dari CDP saya yang digantikan karet belt-nya.

Cara menggantinya pun sederhana saja, hanya menggunakan obeng kecil untuk mencabut karet belt lama dan obeng kecil yang sama untuk memasangkan karet belt baru. Setelah menggunakan karet belt baru, tray CDP saya kembali dapat membuka dan menutup sesuai keinginan saya alias tidak membandel lagi.
Misi berikut untuk NAD C520 ini adalah:
1. mengganti optik Sanyo SF-P101
2. mengganti dioda dengan SF4007
3. mengganti elco psu dengan BlackGate 680uF/65V
4. mengganti opamp dengan RCA 4558
Setelah semua misi tersebut selesai, kemungkinan besar, misi terakhir yang paling ultimate untuk CDP ini adalah menggunakan DAC external. Semoga modifikasi ini mencukup kebutuhan saya akan CD Player, sehingga tidak perlu untuk mengganti ke CDP yang lebih tinggi, misalnya CEC TL51XR, CDP favorit saya. Hehehehe ....
Langganan:
Postingan (Atom)